Selama  ini bahaya pemakaian nuklir dinilai kurang disosialisasikan. Pakar  nuklir Iwan Kurniawan menyatakan pembangunan PLTN di Muria di Jepara dan  Madura dinilai tidak perlu mengingat bahaya yang ditimbulkan. Terlebih  lagi energi alternatif yang bisa dipakai di Indonesia masih banyak  ragamnya. Hal ini diungkapkan dalam sebuah diskusi soal rencana  pembangunan PLTN di Unika Soegijapranata Sabtu (19/6).
  
Iwan yang  mantan ahli nuklir di Badan Atom Nasional (BATAN) itu menilai  pembangunan PLTN ini sangat besar resikonya terutama mengingat  pengelolaan yang tidak hati-hati. “Kalau PLTN ini dikelola hati-hati  memang aman, tetapi di Indonesia?sekarang kecenderungan negara-negara  maju mulai menghentikan pengambilan energi nuklir ini karena kesulitan  dalam pengelolaan limbahnya.”
Dikatakannya, selain bahaya kebocoran seperti di Chernobyl, resiko  lainnya yakni bahaya radioaktif yang masih mengancam seusai pembangkit  itu selesai dipakai. Ia menyebutkan tanda-tanda yang dialami saat  terkena radio aktif nuklir itu. Gejala yang muncul dalam relatif singkat  yakni pusing, muntah, rambut rontok, gigi tanggal dan penuaan dini.  Soal penuaan dini ini, ia pernah bertemu korbannya berusia 13 tahun yang  berubah seperti nenek-nenek dalam waktu 3 bulan. Menurutnya hal ini  berbahaya bila zat radioaktif ini masuk ke rantai makanan. “Yang lebih  jahat lagi, hal ini diturunkan secara genetis,” kata Iwan yang kini  menjadi pengajar di STIE Nusantara Jakarta ini.
Ia  mengungkapkan dalam waktu minimal 30 tahun, tempat pembangkit terutama  sumur pembangkit itu menjadi sangat radiatif. “Dalam jangka waktu itu  tempat itu tidak bisa dibiarkan, diurug, digunakan untuk makhluk hidup  atau apapun. Karena umur radioaktif nuklir ini sangat panjang dengan  kekuatan yang lama pula,”katanya.
Saat ini,  limbah PLTN menjadi masalah bagi pengelola di negara maju. Mereka  mempersoalkan bagaimana membuang limbah itu mengingat bahaya  radioaktifnya itu. Bahaya radioaktif nuklir selama ini, kata dia, tak  pernah diberitahukan kepada masyarakat. Maka ia pun tak heran ketika  sebagian masyarakat menyatakan persetujuannya.
Pembangunan  PLTN Muria dan Madura yang mengemuka kembali dinilai tidak memberi  pengaruh yang positif. Adanya pembangunan PLTN ini, tak lebih karena  cita-cita untuk penerapan ilmu para ahli di BATAN.
“Saat  mulai dimunculkan pembangunan PLTN tahun 1992 itu bukan atas dasar  prediksi kebutuhan energi listrik. Masih surplus listrik. Kalaupun  sekarang ada pernyataan semacam itu, saya kira alternatif pembangkit  energi ini masih banyak yang lain,” kata lulusan Universitas Tzukuba  Jepang jurusan Fisika Nuklir Eksperimen ini.
Dia  menilai kebutuhan energi di Indonesia untuk beberapa tahun mendatang  masih bisa dicukupi dari pengembangan pembangkit tenaga lain.
Ia  mencontohkan tenaga uap, gas alam, batu bara, angin dan panas bumi serta  matahari. Dikatakan lagi bahwa tahun 1994 prediksi kecukupan tenaga  pembangkit sudah pernah ada dan masih mencukupi. “Masih banyak  alternatif lain, tapi mengapa harus nuklir yang sangat beresiko. Ini  tergantung political will pemerintah,” tandas Iwan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar