Minggu, 01 Mei 2011

Andai Indonesia seperti Rusia,, tapi kapan ?????



12956905291394027627
Gedung ini ada di pusat pameran Industri di WDNH Moskow, kokoh, kuat, dengan arsitektur yang menawan. Bukan hasil berleha-leha, tapi kerja keras. Foto by Syaripudin Zuhri.

Hari masih gelap, lampu-lampu di setiap apartement masih gelap, mereka  masih terlelap dalam selimut tebal karena dinginya malam dan suhu yang masih  saja terus di bawah nol derajat C, ya maklum di Rusia bila musim dingin memang seperti itu, dingin, dingin dan dingin, tak kurang dari tiga bulan penuh, bahkan bisa lebih. Rasa dingin itu dimulai sekitar oktober di musim gugur dan puncak nya yang musim dingin ini, Desember- Februari.
Namun ada suatu yang selalu menarik untuk belajar dan dipelajari bangsa Rusia ini, bayangkan mereka selalu bekerja dengan suasana yang serba dingin, kecuali di musim panas, nah mereka libur tiga bulan penuh! Namun semangat hidup mereka benar-benar membuat anda geleng-geleng kepala, ambil satu contoh pengeruk salju. Di saat orang-orang masih terlelap dalam tidurnya, di pagi-pagi buta, pengeruk salju sudah berada di jalan.
12956906361683406297
Petugas pengeruk salju tetap harus bekerja keras di jalan Nowiarbat, Moskow, walau badai menerjang mereka harus tetap membersihkan salju dari jalanan. Foto by Syaripudin Zuhri.

Srak srok, srak srok …. terdengar dari kejauhan suara pengeruk salju di jalan raya sebelah apartement tempat saya tinggal. Orang-orang lain masih dalam selimut tebalnya, namun pengeruk salju sudah bekerja di jalan raya sepagi itu! Padahal suhu di luar dingin banget, namun pekerjaan harus tetap dilakukan. Hidup memang harus diperjuangkan dan sang pengeruk salju adalah golongan kaum urban dari negara-negara di Selatan Rusia, seperti dari Kyrgistan, Tajikistan, Turkmenistan dan lain-lain. Mereka bisa jadi sudah menjadi warga negara Rusia atau seperti TKI-TKI/TKW-TKW  kita yang bekerja di luar negeri, perkerja musiman atau kontrakan.
Karena biaya hidup mahal dan sewa rumah juga mahal, maka agar tetap hidup dan bisa bekerja di Moskow, kebanyakan dari mereka menyewa apartement yang kumuh dan dibayarr secar kolektif, patungan! Jadi ada di Rusia istilah gotong royong, di mana sesebuah masalah dicarikan solusinya dengan bergotong royong, maka dengan cara itu mereka bisa tetap bekerja di ibu kota Rusia, Moskow. Bisa anda bayangkan, satu epertement murah, disebut studio, karena hanya kamar tidur merangkap ruang tamu plus dapur di isi 5-7 orang !
Pernahkah anda membayangkan tidur di dapur? Itu bisa terjadi di Rusia, ya benar-benar tidur di dapur, sebuah dipan kecil diletakkan di dekat kompor gas, apa boleh buat, itu terjadi pada orang yang tinggal di Rusia, nyewa pada orang Indonesia yang sudah menjadi warga Rusia.  Teman yang tidur di dapur, kini sudah kembali ke Indonesia, mungkin itu cara dia menghemat anggaran. Tidur di dapur itu belum apa-apa, yang repot mahasiswa Indonesia yang tinggal di asrama dan tinggal di ruang yang sama dengan bangsa lain, bisa kulit putih atau kulit hitam, yang menganut paham kebebasan, free sex. Apa yang terjadi setiap malam libur? Kamar yang hanya dipisahkan oleh hordeng, terdengar suara yang anda sudah tahu, yang satu lagi belajar, yang lainya membuat gerah! Satu lagi sisi gelap kehidupan manusia.
12956907201031011744
Lihat itu, saat dingin yang membekukan, mereka tetap bekerja keras, mungkin sang pemilik modal sedang asyik dalam selimut tebalnya. Foto by Syaripudin Zuhri.

Kembali ke kerja keras yang dilakukan oleh-oleh orang-orang Rusia, masih ingatkan ketika Rusia masih komunis? Bayangkan dalam tekanan hidup di bawah bayang-bayang KGB, mereka bisa berprestasi, bisa melahirkan karya karya besar, seperti novel-novel yang berkelas dunia, dan tak tanggung-tanggung mendapat hadiah nobel! Seperti karya Boris Pasternak itu, Dr Zhivago!  Bayangkan hidup di bawah tekanan dan kekejaman rezim komunis, telah melahirkan karya besar yang mengabadi. Atau memang begitu hukum alamnya, bahwa di bawah tekanan justru melahirkan karya yang gilang gemilang, karena orang mungkin dipaksa untuk mikir atau berbuat sesuatu.
Ingat Alexander  Pushkin? Dia seorang sasterawan Rusia yang hidup disekitar abad 19, dalam keadaan suhu ekstrem melahirkan keagungan puisi tentang salju yang indah dan karya sastera yang lainnya banyak mengilhami sasterawan Rusia lainnya. Coba lihat lagi, ketika Gagarin di luncurkan ke angkasa bulan April 1961, suasana kehidupan saat itu sungguh memperihatinkan, saat itu rezim komunis masih berjaya, untuk mendapatkan sekilo dua kilo gram gula harus antri, jangakan makanan mahal, untuk mendapatkan sepotong roti saja harus antri! Jangan bayangkan saos, spageti, pizza dan lain-lain. Namun mereka bisa menerbangkan manusia pertama ke angkasa! Nah coba itu, dalam keadaan prihatin sebagai suatu bangsa, mereka bisa menelorkan astronot pertama di dunia! Apa kuncinya? Ya apa lagi kalau bukan kerja keras dan tidak mudah mengeluh pada kondisi yang ada.
1295691163226171666
Sebuah kesederhanaan yang ditampilkan di bandara Domodidovo, Moskow. Pagar kafe modern tapi dari potongan kayu yang bersahaja. Fungsinya bung, fungsinya bukan gengsinya. Foto by Syaripudin Zuhri.

Iklim yang keras bukan halangan untuk mencapai kemajuan, bahkan menjadi tantangan yang mereka perlu hadapi, bukan mereka hindari. Dengan iklim yang sangat ekstrem ini melahirkan ribuan kilo meter pipa gas yang masuk ke apartement-apartemet! Tak terdengan ada kompor gas yang meledak, tak terdengar ada orang yang sampai tewas gara-gara kompor gas! Bayangkan ribuan kilo meter gas dapat disalurkan dengan aman ke setiap kamar dalam sebuah apartement.
Dengan iklim yang ekstrem, di mana suhu bisa mencapai minus rata-rata 20 derajat C di musim dingin, mereka berhasil membuat ratusan stasiun metro di di bawah tanah! Ternyata  iklim esktrem tadi membuat mereka bekerja lebih keras lagi untuk rakyatnya, mensejahterakan rakyat dan membuat rakyat mudah melakukan perjalanan dari satu tempat ke tempat yang lain dalam biaya yang relatif murah dan dapat  mengangkut jutaan penumpang setiap harinya di Moskow. Suatu yang amat luar biasa, hebatnya lagi tak terdengar Rusia menjadi menjadi negara terkorup, padahal kita tahu ini negara bekas komunis.
Yang menariknya lagi, pola hidup mereka kabanyakan sederhana, anda jangan heran bila melihat seorang perwira yang berpangkat tinggi naik metro dengan pakaian seragamnya lengkap. Atau anda jangan herap melihat seorang Profesor yang dengan santainya naik trem, metro atau bus kota, berbaur dengan banyak orang dan para mahasiwanya. Pangkat jabatan tinggi, tak merubah gaya hidup mereka yang bersahaja. Bahkan untuk para birokrat yang bekerja dipemerintahan dianjurkan untuk memakai mobil produk buatan mereka sendiri, pakai Volga, Ziguli atau Lada! Jadi tanpa gembar gembor dengan iklan Cinta Buatan Negeri Sendiri, mereka sudah melakukannya.
Pesawat,  kereta, mobil dan lainnya banyak yang diproduksi sendiri, dengan demikian sudah banyak menghemat devisa negara, tak ada alasan malu terhadap produk sendiri, yang hebatnya lagi mereka lebih mementing fungsi dari pada gengsi! Maka yang anda temukan di jalan-jalan, walau kelihat bodi mobilnya kuno, tapi tetap bisa jalan. Atau anda melihat di jalan sebuah mobil penabur garam kelihatan jelek, tapi fungsinya berjalan dengan baik. Dengan prinsif lebih mementingkan  fungsi daripada  gengsi kehidupan mereka mengalir dari satu kemajuan ke kamajuan lain.
1295690881160989271
Ini di dalam stasiun kereta Leningradsky, di bawahnya ada stasiun metro dua tingkat ke bawah tanah. Foto by Syaripudin Zuhr.

Anda mungkin heran bila melihat ke kantor-kantor Di Rusia yang megah, namun ketika anda melekukan registrasi sesuatu, nama anda akan di catat pada sebuah buku doble polio yang bahannya seperti kertas koran yang agak kuning, buram,  bukan di buku berkerta HVS yang putih bersih. Mareka masih menulis dengan tulisan tangan untuk mencatat para tamu! Pola hidup sederhana dari pejabat-pejabatnya membuat mereka seperti berada di jalan yang lurus, penuh pengabdian pada negara dan bangsanya, jika ada yang korupsi langsung “disikat” bahkan bila ada pejabat yang tak becus di bidangnya, setingkat menteri sekalipun, tanpa menunggu didemo rakyatnya, langsung “disikat” dipecat, tanpa menunggu reaksi dari masyarakat, apa lagi sampai menunggu agar turun dari sendiri jabatannya.
Mari kembali ke kerja kerasnya orang Rusia, yang telah melahirkan karya-karya besar di tengah-tengah iklim yang ekstrem! Lalu mengapa Indonesia yang penuh dengan sumber daya alam yang melimpah dan bisa bekerja di segala musim tak bisa maju? Mari kita kembali ke jati diri bangsa ini, mari kita lihat fungsi, bukan gengsi. Insya Allah negara kita bisa maju, bila fungsi lebih ditonjolkan ketimbang gengsi. Salam.

1 komentar: